Dampak Penutupan Sekolah karena Pandemi

Buat yang masih sekolah, ataupun punya saudara yang masih sekolah, pasti tahu kan kalau sejak awal tahun ini sekolah-sekolah ditutup karena adanya pandemi COVID-19. Sekarang sih, sudah mulai kembali berjalan walaupun nggak seperti dulu lagi. Kebanyakan sekolah yang sudah mulai buka melakukan kegiatan belajar mengajarnya melalui sistem online.


"Suasana kelas yang sepi"
Sumber: https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-01366370/semarangku"

Nah di artikel kali ini aku mau bahas beberapa dampak dari penutupan sekolah ini buat para siswa dan keluarganya.

1. Mengganggu ritme kerja para orangtua

Bagi para orangtua yang memiliki anak-anak usia sekolah, sekolah itu bagaikan tempat penitipan anak yang sangat membantu kehidupan mereka. Selagi mereka bekerja, mereka tidak perlu repot memikirkan apa yang anak mereka lakukan sepanjang hari, tidak perlu membuatkan makanan untuk cemilan dan makan siang, dsb. Karena sekolah sudah menjamin itu semua.

Nah, dengan ditutupnya sekolah tanggung jawab mereka untuk mengurus anak pun bertambah. Apalagi dengan sistem sekolah online yang butuh bimbingan dari para orangtua. Hal ini bisa mempengaruhi kinerja para orangtua di tempat kerjanya, termasuk menurunkan produktivitas kerja yang pastinya berdampak buruk bagi perusahaan dan bagi orang tua itu sendiri.


"Susahnya mengurus anak selama pandemi"
Sumber: https://www.lemonilo.com/blog/kiat-mengelola-stres-bagi-orang-tua-selama-pandemi-coronavirus


2. Transmisi virus dari anak-anak ke orang-orang tua (kakek dan nenek)

Ini sebenarnya alasan diadakannya penutupan sekolah. Tapi dengan ditutupnya sekolah bukan berarti kemungkinan transmisi virus dari anak-anak berkurang. Walaupun sekolah ditutup, anak-anak tetap banyak yang bermain di luar bersama teman-temannya. Hal ini karena kurangnya aktivitas dan juga kebosanan yang dirasakan selama di rumah.

Jika mereka bermain dengan seenaknya tanpa mengikuti protokol kesehatan, transmisi virus tetap saja bisa terjadi. Terutama pada orang tua lanjut usia atau kakek dan nenek yang rentan.


"Anak-anak yang dekat dengan kakek dan neneknya"
Sumber: https://sayangianak.com/kakek-nenek-lebih-sayang-cucu-daripada-anak-sendiri-mengapa-demikian/


3. Berkurangnya kesempatan mendapatkan ilmu dan pembelajaran

Sudah bukan menjadi rahasia umum kalau pembelajaran online ini tidak akan bisa seefektif pembelajaran tatap muka. Ada berbagai faktor yang mempengaruhinya, mulai dari keterbatasan teknologi, hingga perubahan metode penyampaian materi yang menjadi tidak efektif. Hal ini bisa menyebabkan siswa tidak bisa menyerap 100% materi yang diajarkan oleh guru.


"Anak-anak generasi penerus bangsa"
Sumber: https://www.kompasiana.com/septiambar/5740a8cc309373fc0ae214e2/matinya-logika-sehat-kasus-perda-miras


4. Mempengaruhi kesehatan mental anak

Lembaga amal kesehatan mental, YoungMinds, melakukan survei pada 2111 siswa yang pernah mengalami penyakit mental. Hasilnya, 83% mengatakan pandemi ini menyebabkan kesehatan mental mereka memburuk. Faktor-faktor yang mempengaruhinya diantaranya karena tidak bisa bertemu teman dan tidak bisa melakukan konsultasi tatap muka seperti yang biasa mereka lakukan.

Walaupun ada beberapa anak yang tidak suka pergi ke sekolah, atau bahkan mengalami depresi karena kehidupannya di sekolah, sekolah tetap menjadi sebuah rutinitas yang sudah mereka jalani selama bertahun-tahun. Dan datangnya pandemi yang tidak diduga-duga ini bisa menghancurkan rutinitas dan ritme kehidupan mereka. Tanpa bimbingan dari orangtua dan orang-orang terdekatnya, hal ini bisa menambah tingkat stress pada anak.


"Anak juga bisa mengalami stress"
Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=3564


Sejak awal dimulainya pandemi, larangan yang paling pertama keluar adalah larangan berkumpul di tempat yang banyak orang. Dan sekolah ini adalah salah satu tempat yang dianggap menjadi sarana berkumpulnya banyak orang, ada anak-anak, guru-guru, dan juga petugas kantin dan staff lainnya. Karena pada saat itu orang-orang masih banyak yang khawatir dan panik, jadilah sebagian besar sekolah ditutup untuk sementara. 

Seiring berjalannya waktu, informasi seputar virus COVID-19 mulai bertambah, dan masyarakat mulai penasaran, sebenarnya apakah penutupan sekolah ini efektif atau tidak dalam mengurangi transmisi virus? Karena data menunjukkan bahwa kasus anak yang positif COVID-19 ini jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan orang dewasa.

Pada studi terbaru yang dilakukan oleh Ferguson, dkk, didapatkan hasil bahwa penutupan sekolah mengurangi total kematian karena virus COVID-19 sebesar 2-4% di UK. Sedangkan pencegahan lain seperti isolasi pasien positif dan menjaga jarak lebih efektif untuk menekan tingkat penularan virus.

Selain cara drastis dengan menutup sekolah dan meniadakan sama sekali kegiatan pembelajaran tatap muka, sebenarnya ada beberapa pilihan lain yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan oleh pemerintah kita.

Sekolah di luar negeri banyak yang memiliki sistem kelas berpindah, seperti pada tingkat kuliah di Indonesia, hal ini meningkatkan kemungkinan para siswa untuk bergerombol. Selain itu jam makan siang yang terjadwal di kantin juga menyebabkan terbentuknya kerumunan siswa dalam jumlah banyak. Sehingga wajar saja jika banyak sekolah di luar negeri yang ditutup.

Sedangkan di Indonesia, kebanyakan sekolah menggunakan sistem kelas tetap. Dengan para siswa tetap ada di satu kelas tertentu sementara gurunya yang berpindah-pindah sesuai jam pelajaran. Hal ini tentunya bisa mengurangi kemungkinan transmisi virus, apalagi jika jumlah siswa dalam satu kelas dikurangi dan juga jarak duduk antar siswa diperlebar. Selain itu ada juga cara tambahan dengan menutup tempat yang biasa digunakan para siswa nongkrong dan bermain, meniadakan pertemuan siswa misalnya untuk kegiatan ekstrakurikuler, hingga memperpendek jam belajar dalam sehari atau mengurangi jumlah hari masuk sekolah dalam satu minggu.

Dengan banyaknya kemungkinan alternatif cara lain yang bisa diterapkan, harapannya pemerintah bisa mempertimbangkan untuk membuka kembali sekolah-sekolah. Berkurangnya kesempatan belajar pada anak-anak muda jelas akan mempengaruhi masa depan bangsa ke depannya, karena mereka adalah generasi penerus yang seharusnya mendapatkan banyak ilmu untuk bekal membangun kehidupannya di masa yang akan datang.

 

Sumber:

1. Viner RM, Russell SJ, Croker H, et al. School closure and management practices during coronavirus outbreaks including COVID-19: a rapid systematic review. Lancet Child Adolesc Health. 2020;4(5):397-404

2. Lee J. Mental health effects of school closures during COVID-19. Lancet Child Adolesc Health. 2020;4(6):421

3. Ferguson NM, Laydon D, Nedjati-Gilani G, et al. Report 9: impact of non-pharmaceutical interventions (NPIs) to reduce COVID-19 mortality and healthcare demand. London: Imperial College, 2020

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Drama "Lovely Us"

Review Drama "Meow The Secret Boy"

Review "Dancing High"