Sejarah Cinta yang Singkat
Kembali lagi dengan seri Book of Life ^ ^
Artikel kali ini aku ambil dari : https://www.theschooloflife.com/thebookoflife/a-short-history-of-love/
Ini pertama kalinya aku nyoba ambil dari tema Relationship
Dan ini pertama kalinya juga aku men-translate artikel sepanjang ini (serius ini butuh 2 hari --")
Contact :
Twitter @HelloArmany
Artikel kali ini aku ambil dari : https://www.theschooloflife.com/thebookoflife/a-short-history-of-love/
Ini pertama kalinya aku nyoba ambil dari tema Relationship
Dan ini pertama kalinya juga aku men-translate artikel sepanjang ini (serius ini butuh 2 hari --")
"Sejarah Cinta yang Singkat"
Hal yang aneh tentang cinta
adalah walaupun kita mengalaminya pada tingkatan yang sangat personal dan
alamiah, cinta juga punya sejarahnya sendiri. Dengan kata lain, orang-orang di
seluruh dunia tidak selalu jatuh cinta dengan cara yang mereka lakukan
sekarang.
Maksud
utama dari mengulas kembali momen-momen berharga pada sejarah cinta adalah
untuk mengingatkan diri kita bahwa ada banyak cara berbeda dalam mengatur
sebuah hubungan, tergantung dari apa yang masyarakat tertentu percayai. Cinta
adalah hasil penemuan dalam bidang budaya dan kita bukanlah generasi terakhir
dari perkembangannya. Faktanya kita mungkin masih termasuk dalam tingkatan awal
dari sejarah cinta. Kita masih mempelajari hal-hal yang kita butuhkan dan cara
untuk menjadi sukses dalam cinta.
Mari, Syria, 1775 BC
Raja Zimri-Lim
dari kota tua Mari, di tepi sungai Efrat, menikahi Shibtu, putrid dari kerajaan
tetangga Yamhad. Jauh dari kata cinta, pernikahan ini, seperti banyak
pernikahan antar orang penting di masa lalu, murni bersifat transaksional. Mari
menduduki posisi penting di jalur perdagangan antara Syria dan Mesopotamia, dan
menikahi Shibtu akan membuka jalan Zimri-Lim untuk memperluas kekuasaan dan
kekayaannya. Prinsip Zimri-Lim tentang pernikahan berlanjut pada anak-anaknya.
Dia menikahkan delapan anak perempuannya pada para pemimpin kota tetangga,
memaksa setiap menantu barunya untuk menandatangani sebuah dokumen kerjasama
dengannya.
Akibatnya,
para penduduk Mari menganggap bahwa apa yang menjadikan sebuah pernikahan
berarti bukanlah seberapa besar perasaan cinta antar pasangannya, tapi apakah
itu menguntungkan atau tidak dalam hal perdagangan, koneksi, dan perang.
Konsep
ini sangatlah asing untuk kita. Layak untuk direflesikan bagaimana sekarang
kita menolak untuk mengungkapkan – setidaknya secara terbuka – pertimbangan
praktis dalam pernikahan. Perasaan haruslah menjadi alasan utama kita. Tapi
untuk ribuan tahun, sudah jelas bahwa pernikahan hanyalah tentang tanah,
kekuatan, dan uang. Gagasan untuk mencintai pasanganmu mungkin akan terdengar
sangat lucu pada masa itu.
Blaye, France, 1147
Jaufre Rudel,
Pangeran dari Blaye, berlayar menuju Tripoli, yang pada masa ini berada di
bagian utara Lebanon. Dia pergi kesana untuk menemui Putri dari Tripoli, yang sudah
membuatnya jatuh cinta. Rudel adalah salah satu dari generasi awal Troubadour,
penyair kerajaan yang mahir, yang hanya menulis puisi tentang satu topik :
Cinta, dan menjadi terkenal di Perancis selatan pada abad ke-12. Rudel sudah
menulis banyak puisi tentang Sang Putri dan ingin menulis lebih banyak lagi
sekaligus bertemu dengannya.
Tapi
pandangan Rudel tentang cinta sangat khas pada masa itu, pandangan baru yang
sangat dramatis. Cinta menurut Rudel sangatlah berbeda dari anggapan umum,
karena tidak melibatkan anak-anak, uang, kerajaan, atau bahkan pertukaran
apapun. Para penyair Troubadour tidak pernah mencoba untuk berhubungan sex
dengan sesuatu yang mereka cintai. Fokus mereka adalah pada hal yang bisa kita
sebut sebagai tergila-gila – atau lebih mudahnya, mengagumi.
Rudel
sudah jatuh cinta pada Sang Putri sebelum melihat wujudnya. Merindukan
wanitanya dari jarak ribuan mil jauhnya, dia membuat banyak lagu tentang
kesedihan dan kebahagiaan.
Sayangnya,
dia jatuh sakit dalam perjalanannya menemui Sang Putri dan harus ditandu menuju
Tripoli. Sang Putri mendengar kabar tentangnya dan menjenguknya di kamarnya.
Keadaan Rudel sempat membaik sebentar, sebelum akhirnya meninggal dunia dengan
tenang di pelukan Sang Putri.
Para
Troubadour menganggap cinta adalah hal yang sangat serius, hanya saja mereka
tidak pernah mengaitkannya dengan pernikahan. Cinta romantic adalah sesuatu
yang kau rasakan untuk seseorang yang tidak akan pernah melakukan pekerjaan
rumah tangga bersama kalian. Cinta seperti ini tidak terlalu banyak berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari. Rudel hanya bisa membayangkan betapa cantiknya
Putri dari Tripoli – tanpa harus berselisih dengannya tentang tempat yang tepat
untuk menggantung permadani hiasan dinding. Cinta mereka bisa tetap terjaga kemurniannya.
Para
Troubadour menunjukkan pada kita momen sejarah saat gagasan tentang cinta tidak
terikat dengan pemikiran untuk tinggal bersama atau terjalinnya dua kehidupan
praktikal, ekonomi, dan sosial yang berbeda (menggunakan toilet yang sama, berbagi
tagihan, dan mencoba untuk pergi berkemah dengan teman pasanganmu).
Versailles, France, 14 September 1745
Pada suatu
hari pukul 6 sore, dengan gerakan yang sudah terencana dan terlatih selama
berminggu-minggu, Jeanne-Antoinette Poisson, wanita cantik berumur 23 tahun
dari Paris, dengan dandanan cantiknya dan gaun hitam yang memperlihatkan
pundak, memasuki Cabinet du Conseil, mendatangi Raja Louis XV, dan membungkuk
dengan hormat sebanyak tiga kali.
Gerakan
simpel itu meresmikan satu hal: Jeanne-Antoinette adalah ketua selir Raja, dan
mulai saat ini akan dikenal sebagai Madame du Pompadour, dan tinggal bersama
Raja di istana.
Raja
sendiri pada saat itu sudah menikah selama 20 tahun, tapi pernikahan tidak
berarti kesetiaan. Kalian menikah karena alasan Negara, dan mempunyai simpanan.
Tidak ada yang merasa sedih, itu hanyalah hal biasa yang terjadi. Louis XV
memiliki beberapa selir, termasuk gadis 14 tahun bernama Marie-Louise O’Murphy,
yang terlukis dalam lukisan semi-pornografi terkenal karya Francois Boucher.
Di
Versailles pada abad ke-18, orang-orang menerima hubungan tidak sempurna antara
pernikahan dan cinta. Mereka mengerti adanya ketegangan antara keduanya.
Pernikahan adalah untuk anak-anak, dari segi kepraktisan dan kontinuitas.
Sedangkan cinta adalah untuk kesenangan, drama, dan sex. Tidak seharusnya kedua
hal itu digabungkan menjadi satu.
Bukannya
menjadi curang atau licik seperti kebanyakan orang sekarang, Raja dari Prancis
ini membagi cinta dalam pernikahannya – dan, tanpa perasaan malu atau bersalah,
menjadikan keterikatan romantisnya sebagai bagian publik yang terorganisir dari
hidupnya bersama istrinya.
Gretna Green, Scotlandia, 1 Januari 1812
Sepasang
kekasih baru saja menikah dengan upacara rahasia. John Lambton, Earl of Durham
pertama, yang kaya dan memiliki tanah dan tanggung jawab, dengan Harriet, anak
tidak resmi dari Earl of Cholmondeley, yang tidak memiliki uang dan status
sosial tapi sangat cantik.
Keluarga
mereka marah besar – dan sudah mencoba sekuat tenaga untuk menghentikan pernikahan
tersebut. Tapi pasangan ini sangatlah “modern”, mereka percaya bahwa dalam
pernikahan, cinta haruslah menjadi alasan pertama dan pandangan praktis menjadi
alasan kedua. Mereka pergi ke Gretna Green, sebuah desa di Skotlandia, untuk
menghindari hukum Inggris. Kisah mereka merupakan contoh filosofi baru dalam
romantisme, yang mengistimewakan perasaan atas nalar dan impuls atas tradisi.
Romantisme
merubah cinta. Sistem lama dimana menikah hanyalah untuk keperluan politik atau
ekonomi perlahan hilang dari permukaan bumi. Desa Gretna Green menjadi
bersinonim dengan pernikahan terlarang, dan John dan Harriet menjadi satu dari
ratusan pasangan Inggris pada akhir abad ke-18 dan 19 yang melarikan diri
kesana. Publik mulai tertarik dengan cerita romantis setempat saat pendeta
lokal mempublikasikan cerita-cerita menarik selama dia tinggal disana, cerita
yang penuh dengan pelarian dengan kereta melintasi perbatasan, dan kemarahan
tak teredam dari para Ayah yang terlambat menemukan anaknya yang melarikan
diri.
Grenta
Green menjadi sebuah tempat penting karena berkembangnya kepercayaan bahwa
pernikahan haruslah terjadi karena cinta. Dan jika dua orang saling mencintai,
maka hal itulah yang paling penting. Pendapatan, kasta keluarga, karir dan
hubungan kedua keluarga menjadi tidak relevan. Dan lebih dari itu: hal-hal
diatas mulai tidak dianggap sebagai masalah yang serius, tetapi hanya masalah
yang berhubungan dengan Ayah yang menyebalkan, Bibi yang sombong dan
orang-orang kaku yang tidak peduli dengan kebahagiaan sepasang kekasih.
Umumnya,
saat kita akan melakukan sesuatu kita mencari saran dari orang-orang yang sudah
pernah melakukan hal itu sebelumnya. Gretna Green menjadi symbol perubahan
besar dalam hal berpikir, tentang suatu hubungan, yang sangat berarti sekarang:
asumsi bahwa orang yang sudah pernah menikah cenderung menjadi penasihat dan
pembimbing yang buruk bagi kaum muda. Cinta dimengerti sebagai ketertarikan,
bukan kemampuan.
London, Inggris, 1813
Para pembaca
novel terbaru jane Austen sangat tegang saat Fitzwilliam Darcy menemukan
jalannya untuk melamar Elizabeth Bennet. Tawaran pernikahannya adalah berjanji
untuk menyelesaikan semua permasalahan Elizabeth: dia tidak hanya tampan, tapi
juga kaya – dan keluarga Elizabeth, dengan empat putri yang tidak menikah,
butuh semua uang yang bisa mereka dapat.
Tapi
Elizabeth menolak. Darcy, dengan semua hadiahnya, adalah orang yang arogan dan
sombong. Pride and Prejudice mungkin menyarankan wanita untuk menikah demi
uang, tapi tindakan Elizabeth menunjukkan kepercayaan baru yang dengan cepat
berkembang di Inggris: bahwa mereka juga harus mencintai pria yang mereka
nikahi. Ini adalah sebuah gagasan yang sangat dipegang kuat oleh Austen.
Sebelas tahun kemudian, Austen juga menolak sebuah lamaran pernikahan,
alasannya “karena tidak ada yang lebih parah daripada menikah tanpa kasih
sayang”.
Tetapi
di novel terbaiknya, semuanya berakhir dengan baik. Akhirnya, setelah melewati
banyak hal, walaupun dengan kondisi keuangan dan kedudukan keluarga Elizabeth,
Darcy berhasil menikahinya.
Yang
terus membuat para pembaca masa kini tertarik adalah Jane Austen sangatlah
peduli tentang romantisme dan uang. Untuk menikah hanya karena uang, menurutnya
adalah sebuah bencana. Tapi dia juga berkata bahwa menikah hanya karena cinta
adalah suatu kebodohan. Di matanya, pernikahan yang baik membutuhkan kehangatan
dan kelembutan hati dan juga kemampuan manajemen yang baik. Dari sini dia
mengambil kesimpulan bahwa beberapa orang sebenarnya cocok untuk menikah. Dia
tidak terkejut jika banyak pernikahan yang terasa sedikit kosong atau suram.
Novelnya menggambarkan banyak hubungan yang tidak memuaskan, dan hanya beberapa
yang berakhir bahagia.
Pada
awal abad ke-19, Jane Austen memberikan definisi bijak untuk cinta modern yang
ideal. Dia melihat pernikahan sebagai perusahaan campuran: maksudnya, seperti
menjalankan sebuah bisnis kecil, atau mengatur sebuah pesta perayaan di desa.
Jika kalian tidak memperhatikan semua detail praktiknya dan juga tidak memiliki
efisiensi dalam administrasi, semuanya akan berakhir buruk. Tetapi di sisi
lain, pernikahan adalah pertemuan emosional yang sangat kompleks. Dan untuk
bisa berhasil melakukannya, seseorang membutuhkan kedewasaan secara emosional,
kasih sayang, rasa humor, dan kehangatan.
Melalui
novelnya Jane Austen mencoba untuk memberikan pengetahuan bagi para pembacanya.
Dengan cara yang sangat klasik, dia percaya kita bisa melakukan beberapa hal
dengan baik jika kita memasrahkannya pada keberuntungan dan kesempatan.
Hubungan yang bahagia tergantung pada kedewasaan kedua pihak. Di Pride and
Prejudice, Elizabeth Bennet dan Darcy harus berkembang – Darcy harus mengurangi
rasa sombongnya dan Elizabeth harus membuang prasangkanya – jika mereka ingin
hidup bersama dengan baik. Cinta adalah sesuatu yang perlu kita pelajari.
London, 24 November 1859
Ini adalah
hari Darwin mempublikasikan The Origin of Species. Ada banyak penolakan awal
yang mucul. Tapi akhirnya dunia percaya pada pendapatnya. Manusia adalah
keturunan dari primate. Dan itu berarti kita tidak hanya mewarisi struktur
tulangnya, tapi juga pemikiran dan psikologi dasar.
Orang-orang
yang tidak setuju dengan Darwin merasa terhina. Tapi Darwin juga memberikan
tanggapan, dia berkata, ketidakmampuan kita untuk memenuhi standard kita
bukanlah sepenuhnya kesalahan kita. Kita, bagaimanapun juga, adalah setengah
kera. Dan bagi kera untuk mencoba memiliki sebuah hubungan yang setia dan
bertahan lama adalah sesuatu yang sangat sulit. Tidak heran jika kita sering
gagal.
Tanpa
bermaksud secara langsung, Darwin memberikan sebuah pesimisme yang berguna tentang
sebuah hubungan. Daripada menjadi monogamis, dia menyiratkan bahwa manusia
mungkin – minimal secara alamiah – cenderung kearah poligami (seperti
kebanyakan kera), dan membuang satu pasangan untuk pasangan yang lain hanya
karena potensi perkembangbiakan.
Taman Akuatik, San Fransisco, US, Agustus 1965
Jefferson
Poland, dengan setangkai bunga di telinganya, melepaskan celana renangnya dan
berjalan telanjang kearah laut.
Poland
adalah salah satu dari generasi awal hippie. Dia memanjangkan rambutnya dan
menolak kemewahan kehidupan modern untuk kehidupan alamiah. Dibelakangnya dan
tiga orang lain yang melakukan hal yang sama sepertinya, ada kerumunan beatnik
dan anarkis yang membawa papan protes dan menyuarakan kalimat “Sex itu bersih!
Hukum itu tidak senonoh!” dihadapan para reporter.
Kejadian
ini adalah satu dari banyak kejadian lain yang diatur oleh grup pendukung cinta
bebas di tahun 1960an di Amerika. Mereka berpendapat bahwa aturan di masyarakat
yang menolak ketelanjangan, sex sesame jenis, dan sex sebelum menikah adalah
bentuk dari represi seksual.
Segera
setelah itu, konsep monogamy sendiri dipertanyakan; di dunia yang sudah modern
ini mereka berpendapat bahwa para pria dan wanita yang bebas secara seksual
harus melepaskan pernikahan, bersamaan dengan kecemburuan, perzinahan, dan
perceraian.
Itu
adalah gagasan romantis yang indah dan bermakna – yang pada akhirnya menjadi
bencana.
Belgia, 2015
Negara ini
mendapatkan sebuah gelar yang unik. Belgia adalah Negara dengan tingkat perceraian
tertinggi, sebanyak 71% pasangan berpisah. Sebuah Koran lokal menanyakan
alasannya, dan jawabannya sangat jelas: ekspektasi awal tidak terpenuhi.
Kota
lain tidak jauh dibelakangnya. Di UK, tingkat perceraiannya sebesar 42%, di US
53%, di Hungaria 67%, dan di Portugal 68%.
Sebagian
alasannya adalah karena kekecewaan yang orang rasakan setelah apa yang
dijanjikan pada mereka oleh cinta bebas tahun 1960an dan sebelum itu romantisme
abad ke-19.
Impian
tentang cinta tetap ada, tapi terus mengecewakan. Di meja makan di seluruh
dunia, para orang-orang pintar protes mereka tidak dapat mengerti permasalahan
yang aneh dan membingungkan yang bernama cinta.
Kesimpulan
Harapan masa
depan tentang cinta ada pada pengorbanan: artinya, menerima bahwa kita tidak
akan mendapatkan semua yang kita inginkan dari cinta, hubungan, atau
pernikahan. Kita mencoba melakukan sesuatu yang sangat ambisius dengan standard
modern kita tentang sebuah hubungan: kasih sayang, lahirnya sebuah keluarga,
karir, dan keuangan yang memadai. Kita akan, karena kebutuhan, gagal
mendapatkan semua itu.
Gagasan
tentang pengorbanan membantu kita mempertimbangkan jika mendapatkan setengah
dari apa yang kita inginkan dan butuhkan mungkin lebih baik – dibandingkan dengan
apa yang akan terjadi jika kita tidak menjalin hubungan sama sekali. Jelas
hidup dalam kesendirian mungkin bisa berjalan dengan baik bagi beberapa orang,
tapi sebagian besar dari kita benci hidup sendiri. Pertanyaannya harusnya
bukanlah apakah hubungan itu mencapai standard kebahagiaan kita, tapi apakah
itu lebih baik (walaupun sedikit) dibandingkan tidak menjalin hubungan sama
sekali.
Masa
depan cinta membutuhkan kita untuk membagi dua pikiran kita: yaitu mencoba
untuk terus berpikir bahwa sesuatu itu cukup baik, walaupun kita sebenarnya
sadar bahwa ada banyak ketidaksempurnaan di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar