Alasan Kita Mungkin Lebih Merasa Marah Daripada Sedih

Lanjut dengan seri Book of Life yaa...
Artikel kali ini aku ambil dari : https://www.theschooloflife.com/thebookoflife/why-we-may-be-angry-rather-than-sad/

Btw maaf ya akhir-akhir ini jadi jarang posting. Selain lagi disibukkan lagi dengan kuliah, aku juga bingung mau nulis tentang apa hehehe...

"Alasan Kita Mungkin Lebih Merasa Marah Daripada Sedih"

Terkadang kita hanyut dalam suatu kesedihan yang sepertinya tanpa sebab. Kita bangun tidur dalam keadaan putus asa dan lesu. Kita kekurangan energi dan arah. Semua terasa hambar dan tantangan kecil saja terasa lebih berat dari biasanya. Kita kesulitan untuk melihat makna dari segala hal. Kita - seperti yang dikatakan para dokter - dalam keadaan depresi berat.

Salah satu pengertian paling aneh tapi paling provokatif tentang depresi adalah dari sudut pandang psychoanalysis yang memberi tahu kita bahwa depresi mungkin bukanlah tentang kesedihan; depresi adalah amarah yang tidak bisa diekspresikan, sehingga berbalik menyerang diri sendiri dan membuat kita merasa sedih pada apapun dan siapapun disaat sebenarnya kita - jauh di dalam diri kita - marah hanya pada hal atau orang tertentu. Jika saja kita bisa memahami rasa kecewa dan amarah kita lebih dalam, kita bisa - secara teori - pada akhirnya mendapatkan jiwa kita kembali. Bukanlah kehidupan itu sendiri yang mengecewakan kita, tetapi beberapa kejadian tertentu dan orang tertentu.

640px-Edvard_Munch_-_Melancholy_(1894)


Teori diatas menimbulkan pertanyaan. Bagaimana mungkin kita merasakan amarah yang sangat dalam tapi tidak sadar akan sebab dan arah dari rasa kesal kita?

Bagaimanapun, rasa tidak tahu akan diri kita sendiri ini, dalam hal fungsi mental kita secara keseluruhan, bukanlah suatu hal yang aneh atau mengejutkan. Kita secara endemik buruk dalam hal mengawasi dengan cermat asal-usul dan sifat dari banyak perasaan kita. Kita bisa tertawa sangat lebar tetapi tidak bisa menjelaskan apa sebenarnya yang membuat kita tertawa. Kita bisa menemukan pemandangan yang indah, seseorang yang menarik, atau film yang memicu perasaan nostalgia tanpa mengetahui dengan pasti mekanisme rinci dari respon kita. "Memahami" selalu datang di belakang "merasakan". Kita merasa asing dengan diri kita bukan hanya dalam hal rasa putus asa dan kesedihan saja.

Tetapi ada satu lagi alasan kita bisa melewatkan rasa marah kita: karena kita sudah diajari, mungkin sejak kita masih sangat kecil, bahwa marah bukanlah sesuatu yang baik. Amarah merusak image kita sebagai orang yang baik dan perhatian. Mengakui bahwa kita mungkin merasakan amarah dan dendam kepada orang-orang yang kita sayangi bisa menjadi sangat menyakitkan dan membuat kita merasa bersalah.


Hal yang membuat kita marah mungkin terdengar tidak masuk akal. Mungkin kita pernah terluka karena suatu hal yang bisa dianggap "kecil". Hal yang tidak pernah kita perhatikan karena kita menganggap diri kita kuat dan tidak tergoyahkan oleh luka kecil itu; luka yang tetap saja terasa sakit.

Terakhir, kita mungkin tidak terlalu ahli dalam hal amarah karena kita belum pernah melihat contoh dari "amarah yang diekspresikan dengan baik". Kita mungkin membayangkan "amarah yang diekspresikan dengan baik" sebagai gunung meletus, yang berbahaya tapi juga bermanfaat. Atau kita mungkin hidup terlalu lama diantara orang-orang yang tidak pernah berani untuk berteriak, sehingga mereka menahan semua rasa sakit mereka. Kita belum mempelajari seni dari percakapan yang terkontrol dan mencuci perut.

Jalan keluar dari depresi seperti ini adalah untuk menyadari bahwa alternatifnya bukanlah keceriaan, tapi berkabung. Berkabung atau berduka adalah kata yang mengindikasikan rasa kesedihan yang terfokus pada rasa kehilangan. Sebagai orang yang berkabung, kita merubah rasa sedih yang tidak bisa dijelaskan menjadi rasa sakit yang lebih spesifik: rasa sakit karena orangtua yang tidak pernah ada untuk kita, rasa sakit karena saudara yang mengejek kita, rasa sakit karena kekasih yang mengkhianati kita, rasa sakit karena teman yang membohongi kita. Tidaklah penting bagi kita untuk menghadapi orang-orang ini secara langsung (beberapa dari mereka bahkan mungkin sudah tidak lagi ada di dunia ini); yang penting adalah merenungkan apa yang telah terjadi dan menyadari bahwa amarah  dan beban terpendam bisa merubah mood kita juga. Walaupun nantinya banyak kejadian yang menjadi sangat rumit di pikiran kita, kita akan bisa melihat gambaran yang lebih luas. Hidup akan terasa lebih tertata dan penuh dengan harapan. Kita tidak akan pernah bisa memahami dengan sempurna isi pikiran kita sendiri.


Sekian.

Akhir-akhir ini banyak banget membaca tulisan-tulisan tentang depresi. Ada beberapa orang di sekitarku yang juga kelihatannya sedang "depresi"
Kayaknya kok generasi sekarang ini... apa ya? "baperan"?

Bukan bermaksud meremehkan depresi. Karena aku juga pernah merasakan hal yang mungkin mendekati depresi.

Aku cuma mau ngomong satu hal aja sih, buat temen-temen yang lagi merasa kalau hidup itu sangat berat.
"Pegang baik-baik agama kalian"

Walaupun di dunia ini kalian sendirian, kalian masih punya Allah
Curhat sama Allah, cerita sama Allah, mendekat sama Allah
Mungkin kalian masih akan merasa sendirian dan kesepian, tapi percaya deh kalian akan bisa melihat hidup ini dengan pandangan baru

Apapun masalah kalian, itu takdir bro. Kalian nggak akan bisa menghindar.
Siapapun yang melukai kalian, itu juga takdir bro. Mereka emang udah ditakdirin jadi pemeran antagonis di hidup kalian.

Intinya, semangat ya semuanya...
Semoga kalian bisa menemukan makna hidup untuk diri kalian sendiri :))

Contact :
Twitter @HelloArmany




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Drama "Lovely Us"

Review Drama "Meow The Secret Boy"

Review "Dancing High"